Kalau Bukan Kita Generasi Muda Siapa yang Melanjutkan?

Membatik, mungkin masih menjadi mata pencaharian utama masyarakat Giriloyo khususnya kaum ibu rumah tangga. Akan tetapi yang harus menjadi perhatian utama adalah menurunnya minat generasi muda di kampung ini untuk mempelajari dan menekuni batik. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyak faktor dan yang paling berpengaruh bisa jadi adalah karena adanya dampak dari kemajuan teknologi dan modernisasi.

Banyak generasi muda sepertinya lebih asyik memainkan gadget terbaru, mengendarai sepeda motor matic dan terlalu adiktif dengan jejaring sosial seperti facebook. Dibandingkan harus menggoreskan canthing dan belajar membatik.
Meski tidak ada yang salah, tapi ini patut menjadi perhatian serius masyarakat Giriloyo. Karena menurunnya minat belajar membatik generasi muda akan memutuskan rantai regenerasi warisan budaya batik di Giriloyo. Dan inilah yang harus kita hindari. Batik sudah diakui dunia menjadi “milik” Indonesia, tinggal bagaimana upaya kita dalam menjaga dan melestarikan kekayaan budaya ini.

Bolehlah kita memanfaatkan produk teknologi yang modern, tapi seharusnya ini dapat menjadi media yang mempermudah kita untuk mengangkat nilai budaya dan potensi masyarakat sekitar: Batik salah satunya.

Produk teknologi seperti smartphone, internet, Facebook sudah merambah sampai ke pelosok kampung-kampung termasuk di dusun Giriloyo. Akan tetapi baru sebagian kecil yang memanfaatkannya untuk mempromosikan warisan budaya Batik yang potensial. Dan dalam kenyataanya sedikit juga generasi muda yang mau mempelajari batik lebih serius.

Sesungguhnya batik sangatlah potensial dari segi ekonomi, bayangkan saja hampir seluruh pejabat di Indonesia mempunyai koleksi batik. Pelajar di sekolah-sekolah dan universitas pun demikian. Harusnya kita masyarakat Giriloyo dapat mensupplay lebih besar lagi kebutuhan baju batik mereka.

Batik tulis asli prosesnya memang sangatlah panjang dan melelahkan, itulah sebabnya kapasitas produksi batik tulis juga belum dapat dikejar, ini mungkin menjadi faktor lain yang menurunkan minat generasi muda untuk mempelajari batik di Giriloyo.

Disamping itu kalau dihitung diatas kertas, sebagai buruh mencanthing batik yang memakan waktu, banyak generasi muda yang berfikiran lebih baik bekerja di pabrik atau toko sebagai karyawan yang gajinya sudah pasti dan lebih besar.
Ini sebenarnya sangat krusial juga dan harus segera dicarikan solusi. Bagaimana kita menemukan inovasi supaya membuat batik tulis itu, proses demi proses menjadi sangat menyenangkan dan lebih menguntungkan dari segi ekonomi bagi seluruh masyarakat baik dari level buruh sampai juragan, disamping tetap menjaga kualitas batik itu sendiri.

Dan sebenarnya itu juga merupakan tugas kita sebagai generasi muda yang dilahirkan di kampung batik Giriloyo. Sentra batik tulis di Yogyakarta.

Tentunya, banyak diantara kita yang pendidikannya lebih tinggi. Bagaimana kalau kita yang muda-muda ini berinovasi dan menjadi pengusaha batik? Bayangkan saja disepanjang jalan di Giriloyo dipenuhi Galeri batik bernuansa kampung dengan produknya yang berkualitas eksport. Wow? Keren!

Batik di Giriloyo, Kalau Bukan Kita Generasi Muda Siapa yang Melanjutkan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *